Pertumbuhan Kebudayaan
Kebudayaan di Indonesia pada hakekatnya diciptakan, diatur yang dialami manusia. Dilihat dari segala gejala, kebudayaan tidak lain dari pada kehidupan dunia dan manusia yang disusun dan diatur oleh manusia.
Berarti bahwa ciri pokok pokok dari kebudayaan adalah adanya ketersusunan dan keteraturan dari berbagai benda alami dan kegiatan insani didalamnya peran dan keterlibatan manusia bersifat inti dan asasi. Hal ini bukan hanya karena tanpa manusia tidak akan pernah muncul kebudayaan, melainkan karena karena kebuyaan itu sendiri hidup manusia, sebab tanpa kebudayaan keberadaan manusia tidak ada artinya. Dengan adanya kebudayaan manusia sebenarnya adalah keseluruhan kemajuan yang dicapai manusia yang didalamnya perkembangan moral dan rohani, bukan sekedar tidak diabaikan melainkan amat kepentingan
Pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan, seperti telah dikatakan diatas adalah hasil perkumpulan manusia dengan alam dan lingkungannya. Kebudayaan bukanlah suatu yang bersifat universal, melainkan sangat dipengaruhi dan kadang-kadang ditentukan oleh faktor-faktor kejasmanian, kehidupan psikologi, keadaan lingkungan dan proses sejarahnya. Setiap kebudayaan menunjukkan keunikan dan kekhususan tertentu yang dengan sendirinya membentuk pola budaya, sekitar satu atau fokos budaya, seperti nilai yang memadukan semua unsur kebuayaan menjadi satu konfigurasi kultural, atau norma yang telah melembaga yang mengikat alam pikiran dan tingkah laku masyarakat.
Kebudayaan jawa dan islam adalah dalam kebudayaan jawa, keterlibatan masyarakat didasarkan atas kemutlakan, kekuasaan raja, sedangkan dalam islam, ketertiban sosial akan terjamin jika peraturan-peraturan syari’ah ditegakkan. Artinya, kebudayaan jawa mementingkan kemutlakan kekuasaan raja untuk terrib sosial, sedangkan islam mementingkan hukum yang adil untuk tegaknya ketertiban sosial. Karena terjadinya perbedaan yang begitu tajam yang sering terjadi adalah ketegangan antara islam dengan kebudayaan keraton Jawa. (Kuntowijaya, 1991 : 252).
H. Muslim Ibrahim menjelaskan sistem kesenian di Aceh, menurutnya hubungan antara seni, moral, dan syari’ah dalam islam sangat erat, karena seni berawal dari hablu min Allah dan Hablu min al-nas. Oleh karena itu, kesenian Aceh telah terpadu dengan islam dan berwujud dalam berbagai cabang : sastra, seni, tari, seni bangunan dan seni pahat.
Itulah akulturasi islam dengan kebudayaan Indonesia yang didominasi oleh kebudayaan melayu dan jawa, kebudayaan melayu lebih mudah menerima islam. Sedangkan budaya jawa yang oleh Kuntowijoyo dibagi dua, yaitu budaya keraton dan budaya populer yang cenderung berwajah ganda, terutama budaya keraton dalam menerima islam. Budaya keraton jawa yang mewarisi tradisi Hindu dan Budha berintegrasi dengan budaya islam, sehingga para abdi dalem membuat suatu silsilah yang membuktikan bahwa Raja adalah keturunan para Dewa di satu sisi. Di sisi lain mereka juga mengaku sebagai keturunan para Nabi, lebih dari itu, Raja di Jawa ada yang mengaku sebagai wakil Tuhan untuk menanamkan loyalitas rakyat kepadanya dan mempertahankan status quo.