Perguruan tinggi merupakan salah satu sub sistem dalam sistem pendidikan nasional, yang dapat diartikan sebagai pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dalam strata pendidikan formal.
Pendidikan tinggi merupakan lembaga yang diharapkan akan mendalami ilmu pengetahuan, pengembangan ilmu melalui penelitian dan menerapkan ilmu dalam pengabdian masyarakat, dan pembangunan bangsa.
Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, maka diperlukan suatu proses pembelajaran yang direncanakan dan dipersiapkan dengan sangat baik, dengan memberdayakan semua aspek masukan yang terkondisi secara matang.
Khusus dengan sub sistem masukan, merupakan aspek yang sangat penting dengan standard yang jelas dan terkondisi, sehingga proses pembelajaran akan dapat berlangsung dengan baik.
Belajar di pendidikan tinggi tidaklah sama dengan belajar di tingkat Sekolah Dasar dan Menengah, dimana peranan dan kesungguhan mahasiswa sangat menentukan pencapaian hasil belajar yang diharapkan, karena belajar di pendidikan tinggi bagi mahasiswa bukan sekedar menerima materi yang diberikan tenaga pengajar, tetapi justru mampu menganalisa, mengembangkan dan mengimplementasikannya kembali melalui suatu rangkaian kegiatan belajar ditengah masyarakat atau dalam pengabdian masyarakat, dan sesuai dengan ketentuan sistem kredit semester di pendidikan tinggi. Sehingga belajar diperguruan tinggi akan sangat tergantung dari diri mahasiswa sendiri.
Lusikooy, W (1983) mengemukakan bahwa: “Cara belajar di tingkat yang lebih tinggi menuntut penampilan diri dan keberanian untuk mengeluarkan pendapat, dan memaksa mahasiswa untuk berani mengeluarkan pendapat”.
Dengan mengeluarkan pendapat maka mahasiswa akan terlatih untuk mematangkan pemikirannya, dan mengupayakan penampilan yang harmonis dengan pemikirannya. Meskipun tidak dapat dihindari bahwa sering apa yang keluar, yang merupakan penampilan lahiriah, tidak selamanya sejalan dengan motivasinya yang terpendam.
Hal ini jugalah yang diharapkan dengan adanya pengembangan belajar di perguruan tinggi dengan penerapan sistem SKS, yang mengharuskan mahasiswa lebih aktif, lebih berani, termasuk dalam mengeluarkan pendapatnya secara lebih bertanggung jawab.
Dengan sistem SKS di perguruan tinggi menunjukkan adanya beban studi yang harus ditempuh mahasiswa, baik persemester dan secara keseluruhan. Kesungguhan mahasiswa mengikuti dan melaksanakan kegiatan belajarnya akan berpengaruh dan menentukan lamanya mahasiswa menyelesaikan studinya. Kehidupan mahasiswa dalam periode perkembangan masyarakat dan bangsa dewasa ini menghadapi kompleksitas pembangunan, tentu tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi.
Permasalahan ini bisa muncul akibat adanya desakan, atau dorongan psikologis untuk dipuaskan, atau tuntutan kultur, sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah atau salah pengertian antara orangtua, pendidik atau dosen, dengan mahasiswa yang dapat menimbulkan berbagai bentrokan dalam sikap dan tingkah lakunya. Perilaku itu sendiri akan dipengaruhi pula oleh motivasi, kebutuhan, konflik, keinginan, serta harapan, yang menunjukkan dan melakukan fungsi dan peranannya di tengah perguruan tinggi maupun di masyarakat.
Dalam buku Pedoman Universitas Negeri Medan (2007/2008) dikemukakan bahwa:
“Sistem belajar di pendidikan tinggi dengan sistem kredit semester yang merupakan takaran yang dipergunakan untuk menyatakan bagaiman besarnya beban studi mahasiswa, dan ukuran keberhasilan kumulatif program studi, serta ukuran untuk beban penyelenggaraan pendidikan”.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa untuk beban SKS ini akan menempuh berbagai kegiatan belajar, yaitu:
1. Metode perkuliahan terdiri dari tiga kegiatan yaitu:
a. Kegiatan temu muka terjadwal antara mahasiswa dan tenaga pengajar, misalnya dalam bentuk kuliah dan diskusi (50 menit)
b. Kegiatan terstrutur, yaitu kegiatan belajar oleh mahasiswa yang tidak terjadwal, tetapi direncanakan oleh tenaga pengajar, misalnya dalam bentuk pekerjaan rumah atau menyelesaikan soal-soal (60 menit)
c. Kegiatan mandiri, yaitu kegiatan belajar oleh mahasiswa secara mandiri, tidak direncanakan tenaga pengajar untuk mendalami bahan kuliah, mempersiapkan catatan kuliah/diskusi atau tujuan akademik lainnya yang menyangkut program semester yang ditempuh, misalnya membaca buku-buku sumber (60 menit).
2. Kegiatan responsi dilakukan dengan tiga kegiatan perminggu selama satu semester dengan kegiatan terjadwal, kegiatan terstruktur dan kegiatan belajar mandiri.
3. Kegiatan seminar, dilakukan sama dengan kegiatan belajar pada metode kuliah.
4. Kegiatan praktikum memiliki kegiatan sama dengan metode responsi. Namun untuk praktek lapangan/kerja lapangan mensyaratkan bahwa satu SKS setara dengan 4-5 jam perminggu dalam satu semester. Demikian pula dengan penelitian atau penulisan skripsi.
Dengan uraian beban belajar tersebut diatas, maka diharapkan mahasiswa harus dapat memprogram cara belajarnya sendiri, dengan memanfaatkan semua sumber belajar dan fasilitas yang tersedia.
Untuk itu diperlukan suatu semangat dan kesadaran mahasiswa dalam menggumuli program belajarnya. Belajar di Perguruan tinggi, tidak dapat mengandalkan hanya pada kelengkapan yang dimiliki Perguruan tinggi tersebut, namun akan lebih banyak mengandalkan kesiapan dan kemauan serta aktivitas mahasiswa tersebut memanfaatkan semua kesempatan yang diberikan oleh Perguruan tingginya. Hal ini menggambarkan pentingnya Belajar Mandiri yang dilakukan mahasiswa itu sendiri, secara sadar, terencana dan sistematis.
Lusikooy, W (1983) mengemukakan bahwa: “Belajar di pendidikan tinggi merupakan kesempatan, sekaligus suatu tantangan”. Meskipun Perguruan tinggi sudah menyediakan kesempatan dan peluang bagi semua mahasiswa, namun semuanya akan terpulang pada mahasiswa tersebut. Oleh karena itu mahasiswa harus dapat menyusun rencana belajarnya sendiri sesuai dengan situasi dan kondisinya, seperti rencana waktu, materi, sumber belajar, dan semua peluang belajar yang dimilikinya.
Pendidikan tinggi akan memberikan kesempatan yang luas pada mahasiswa untuk mewujudkan hasil belajar yang baik. Berbagai kegiatan dilakukan pendidikan tinggi mulai dari awal perkuliahan antara lain masa orientasi studi sebagai masa menyesuaikan diri, bimbingan akademik untuk membantu mahasiswa merencanakan program belajar, menggunakan sumber belajar, mengembangkan kegiatan belajar, dan kurikulum/kontrak kuliah agar mahasiswa menyadari manfaat materi kuliah, serta penyediaan sarana, prasarana dan fasilitas belajar.
Namun tidak dapat dipungkiri, belajar di pendidikan tinggi bukan berarti tanpa masalah, karena kenyataan bahwa mahasiswa akan menghadapi berbagai ragam hambatan atau masalah belajar, yang muncul dari dalam dirinya sendiri, maupun dari luar dirinya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Lusikooy, W (1983) bahwa secara umum tercatat berbagai masalah yang dihadapi mahasiswa dalam belajar yaitu:
a. Pilihan untuk memasuki jurusan dipengaruhi oleh orangtua atau teman sehingga ia belum menyadari betapa penting pilihan itu untuk dirinya sendiri
b. Belum dapat menyesuaikan diri dengan cara belajar di perguruan tinggi
c. Rencana studi dan lamanya studi belum direncanakan dengan baik
d. Belum dapat menggunakan berbagai sumber belajar yang tersedia di perpustakaan
e. Belum dapat mengembangkan kebiasaan belajar yang baik (habit for mation)
f. Belum menyadari manfaat belajar untuk kepentingan dirinya sendiri
g. Kemampuan belajar yang kurang.
Permasalahan di atas merupakan masalah umum yang banyak dihadapi mahasiswa di berbagai perguruan tinggi, dan akan berbeda antara mahasiswa yang satu dan lainnya. Khususnya dalam melaksanakan kewajiban dalam belajar secara mandiri yang merupakan tuntutan dalam menempuh pendidikan tinggi. Perbedaan tersebut dapat diakibatkan karena perbedaan latar belakang mahasiswa sebelum dan sesudah memasuki perguruan tinggi, baik latar belakang kehidupan sosial budaya, ekonomi, lingkungan, pengalaman, dan asal sekolah, serta berbagai kebutuhan, keinginan, dan bakat, minat para mahasiswa.
Belajar mandiri di Perguruan tinggi mencakup berbagai aktivitas seperti:
a. Mempelajari kembali untuk memahami materi yang sudah dipelajari dalam pertemuan tatap muka di kelas bersama dosen.
b. Memperdalam dan memperluas materi yang dibahas dalam tatap muka di kelas dan implementasi materi .
c. Mencari materi tambahan, baik dalam bidang ilmu yang sama, ataupun hubungannya dengan bidang ilmu lainnya, yang terkait dengan materi yang di bahas dalam tatap muka di kelas (Pengayaan materi)
Meskipun perguruan tinggi telah memberikan kesempatan dan fasilitas belajar yang maksimal bagi semua mahasiswanya, namun kenyataan, keberhasilan mahasiswa dalam menyelesaikan studinya tetap berbeda-beda. Kita dapat mengamati bahwa, setelah mahasiswa memasuki perguruan tinggi, mereka menghadapi kondisi yang sama dalam menekuni aktivitas belajar sebagaimana ditentukan dalam sistem pendidikan tinggi, baik beban belajar, tenaga pengajar, kondisi sarana, prasarana serta fasilitas dan lingkungan, sehingga akan mempengaruhi aktivitas belajar mahasiswa. Oleh sebab itu, para mahasiswa harus mampu dengan cepat melakukan penyesuaian diri, dan merubah perilakunya terhadap lingkungan dan sistem pendidikan tinggi. Keberhasilan mahasiswa dalam menyelesaikan studinya tentu juga harus didukung faktor pribadinya, keuletannya, kesungguhan, dan semangat yang tinggi untuk menghadapi faktor dari lingkungan.
Beberapa pendapat di atas dapat dimaknai bahwa belajar di perguruan tinggi bagi mahasiswa, sangat memerlukan kesungguhan dan keuletan dengan motivasi yang tinggi, agar tuntutan belajar yang ditentukan dapat dilaksanakan.
Berdasarkan kajian teori di atas dapat disimpulkan beberapa program/aktivitas belajar yang diharapkan dapat dilakukan seorang mahasiswa yang mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi, yaitu:
1. Memiliki rencana belajar dan tujuan yang jelas.
2. Mengikuti/menghadiri perkuliahan tatap muka.
3. Belajar secara terstruktur mengerjakan tugas yang diberikan dosen.
4. Belajar secara bersama sama mahasiswa dalam kelompok.
5. Belajar secara mandiri.
6. Memanfaatkan fasilitas dan sumber belajar.