Motivasi adalah kata yang sangat sering dibicarakan dalam kehidupan manusia, dalam segala aspek kehidupan dan perilakunya. Hal ini jelas, karena semua aktivitas tindakan manusia, selalu didasari, atau di dorong oleh bagaimana motivasi yang dimiliki seseorang itu.
Penelitian akan hal ini juga telah banyak di kemukakan, khususnya oleh para ahli psikologi dalam pendidikan dikaitkan dengan aktivitas pendidikan atau belajar.
Tidak sedikit manusia menghadapi kegagalan atau ketidak berhasilan di berbagai aktivitas pekerjaannya, bukan karena ketidak mampuan semata, atau karena keterbatasan waktu atau kesempatan, namun banyak juga disebabkan kurangnya motivasi yang jelas dan terarah sebagai pendorong yang kuat untuk mewujudkan suatu rencana untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Para ahli psikologi telah lama mengembangkan motivasi untuk diterapkan dalam bidang pendidikan. Dengan meningkatkan motivasi seseorang, diharapkan keberhasilan, dan sebaliknya, tanpa motivasi akan dapat menemukan kegagalan. Adakalanya seseorang menemui kegagalan, bukan karena kurang mampunya dalam berbuat, namun karena motivasi yang kurang.
Pasaribu, I. L dan Simanjuntak, B (1982) mengemukakan bahwa: “Seseorang bukan tidak bisa mengerjakan sesuatu, tetapi ketidak bisaan itu disebabkan kemauannya, motivasinya yang tidak banyak pada pekerjaan itu”.
Selanjutnya Pasaribu, I. L dan Simanjuntak (1982) mengemukakan bahwa: “Motivasi itu merupakan suatu tenaga (dorongan, alasan kemauan) dari dalam yang menyebabkan kita berbuat/bertindak”.
George, R. Terry (1977) mengemukakan bahwa: “Motivation is the desire within an individual that stimulates him or her to action”. Motivasi adalah keinginan didalam diri seseorang yang menjadi pendorong untuk bertindak.
Dalam makna yang hampir sama Harold, Koontz Et Al (dalam Moekijat, 1983) mengemukakan bahwa: “Motivasi menunjukkan dorongan dan usaha untuk memenuhi/memuaskan suatu kebutuhan atau untuk mencapai suatu tujuan”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa suatu motif adalah suatu keadaan dari dalam yang memberi tekanan dan kekuatan yang menggiatkan, atau yang menggerakkan, karenanya disebut penggerakan atau motivasi, dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku kearah tujuan-tujuan.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang senantiasa ingin mewujudkan impiannya mewujudkan hal yang memuaskan bagi dirinya dan hal itu akan menjadi motivasi atau kekuatan pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu tindakan atau perilaku. Dengan demikian bahwa motivasi itu memerlukan kejelasan tentang apa yang akan dicapai atau diwujudkan oleh seseorang. Tanpa kejelasan target yang akan dicapai, akan sulit bagi seseorang berbuat secara terarah dan berhasil.
Hal tersebut juga berlaku dalam aktivitas seseorang dalam belajar. Karena belajar juga memerlukan kejelasan tentang apa yang akan dipelajari, bagaimana akan mempelajarinya, bila akan mempelajari, kemana yang dipelajari itu akan digunakan, dan apa manfaat yang dipelajari bagi dirinya.
Sementara Pasaribu, I. L dan Simanjuntak, B (1982) mengemukakan bahwa:
Peranan motivasi sangat penting dalam hal belajar, karena (1) Mempergunakan dan menghubungkan motip yang mendorong individu untuk melakukan sesuatu kegiatan di dalam situasi belajar, (2) Reinforcement atau menggiatkan anak dalam belajar. Usaha-usaha yang dapat digunakan dalam rangka reinforcement yaitu a) mengemukakan pertanyaan, b) memberi ganjaran, c) hadiah, d) memberi hukuman.
Dalam hal ini jelas dikemukakan bahwa motivasi merupakan unsur yang paling penting dalam kegiatan belajar yang efisien, karena seseorang akan berhasil jika memiliki motivasi untuk belajar. Dalam penekanan yang lebih jelas dikemukakan oleh Kibler, Et Al (1981) mengemukakan bahwa “Proses belajar akan lebih efisien jika yang bersangkutan memiliki motivasi, keinginan untuk mempelajari sesuatu yang dipikirkannya”.
Dengan motivasi maka akan menjadi proses awal untuk tumbuhnya kesadaran dan dorongan untuk berbuat sesuatu yang bemanfaat. Sedang motif adalah dorongan-dorongan dari dalam diri seseorang untuk berbuat guna mencapai pemenuhan kebutuhan.
Nolker dan Scoenfeldt (1983) mengemukakan ada tiga macam motif yang menyebabkan seseorang berbuat atau belajar dalam situasi tertentu, meliputi:
1. Kebutuhan jasmani (misalnya untuk menahan lapar dan rasa sakit).
2. Kesenangan naluriah untuk melakukan sesuatu, serta keingintahuan.
3. Bentuk-bentuk perilaku yang dipelajari dan berorientasi pada sasaran.
Pada bagian lain Staton (1978) mengemukakan bahwa “Motivasi seseorang untuk berbuat tergantung pada pengalamannya, sedang pengalaman akan menentukan minat dan kebutuhan yang dirasakannya”.
Pendapat ini menekankan, bahwa seseorang yang memiliki pengalaman baik itu yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, akan dijadikan pendorong bagi seseorang untuk berbuat dalam rangka mewujudkan sesuatu yang menyenangkan, atau tidak mengulangi sesuatu yang tidak menyenangkan.
Suciaty, dkk (2007) mengemukakan juga bahwa “motivasi sebagai fungsi dinamika psikologis perilaku manusia yang lebih kompleks, dan tidak saja merupakan fungsi melibatkan kebutuhan, tujuan, sistem nilai, persepsi pribadi dan pengalaman”. Namun kita juga pahami bahwa motivasi muncul karena adanya minat, kebutuhan pada diri seseorang. Motivasi akan menyentuh motif dan motif bagi seseorang muncul dari dalam diri seseorang karena adanya minat dan atau kebutuhan yang dirasakan dan ingin dipenuhinya.
Sejalan dengan hal tersebut Maslow (1970) mengemukakan bahwa adanya lima tingkatan dan macam kebutuhan dasar manusia yang dapat menumbuhkan motivasi seseorang yaitu:
1. Kebutuhan Fisiologis (physiological needs)
2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)
3. Kebutuhan untuk memiliki dan dicintai (needs for belonging andlove)
4. Kebutuhan untuk memperoleh penghargaan (needs for estee)
5. Kebutuhan untuk berprestasi untuk mengaktualisasikan diri dalam lingkungan (needs for actualization)
Dalam uraian yang hampir sama, namun membedakan motif dalam tiga ragam dikemukakan oleh Pasaribu, I. L dan Simanjuntak, B (1982) yaitu:
1. Organic motive, yaitu motif yang didasarkan atas sesuatu kebutuhan manusia, seumpama rasa lapar dan haus.
2. Emergency motive, yaitu motif yang didasarkan karena adanya dorongan darurat.
3. Objective motive, yaitu motif yang diarahkan untuk berhubungan secara efektif dengan keadaan atau orang dalam suatu lingkungan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1980) menjelaskan bahwa “perlu pemberian informasi sebagai motivasi agar semua unsur yang terlibat dapat berpartisipasi aktif”. Informasi tersebut mengenai tujuan kegiatan, isi program, tugas yang akan dilaksanakan, pentingnya program bagi sasaran belajar, dan partisipasi apa yang dituntut dari sasaran belajar dalam kegiatan tersebut. Hal ini menggambarkan pentingnya kejelasan terhadap sesuatu, sehingga seseorang merasa butuh terhadap apa yang akan dilakukannya, sekaligus akan melahirkan perilaku seseorang.
Kibler, Et Al (1981) juga menyebutkan adanya lima macam kebutuhan yang menjadi motivasi belajar seseorang, yaitu:
1. Kebutuhan untuk sekedar mengetahui (to know)
2. Kebutuhan untuk mengerjakan sesuatu yang dipelajari guna keperluan di masa mendatang yang masih lama (to be able to do something related to what is learned in the distant future)
3. Kebutuhan untuk dapat mengerjakan sesuatu yang dipelajarinya guna keperluan yang akan segera dipraktekkan (to be eble to do something related to what is learned at the present time).
4. Kebutuhan untuk memperoleh manfaat lain yang tidak ada hubungannya dengan materi yang dipelajarinya, pada masa datang yang masih lama (to obtain future benefits and reward unrelated to what is learned)
5. Kebutuhan untuk memperoleh manfaat lain yang tidak ada hubungannya dengan materi yang dipelajarinya, dalam waktu dekat (to obtain immediate benefits and rewards unrelated to what is learned).
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan, atau alasan yang dimiliki dan mendorong seseorang untuk berbuat, yaitu:
1. Adanya kejelasan tujuan yang akan dicapai.
2. Adanya dorongan pemenuhan kebutuhan yang dirasakan.
3. Adanya dorongan pengalaman yang pernah dirasakan.
4. Adanya keinginan untuk mewujudkan sesuatu yang memuaskan.
5. Adanya tekanan yang memaksa seseorang untuk berbuat.