Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam suatu sisitem social di setiap Negara, baik Negara maju, maupun berkembang, keduanya sering dilihat sebagai bagian-bagian yang terpisahkan, yang satu denga yang lain tidak memiliki hubungan apa-apa.
Padahal keduanya bahu-membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat di suatu Negara. Lebih dari itu keduanya satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi. Lembaga-lembaga dalam peruses pendidikan berperan paenting dalam membentuk perilaku politik masyarakat di Negara tersebut, begitu juga sebaliknya, lembaga-lembaga dan proses politik di suatu Negara membawa dampak besar pada karakteristik pendidikan di Negara tersebut. Ada hubungan erat dan dinamis antara pendidikan dan politik di setiap Negara. Hubungan tersebut adalah realitas empires yang telah terjadi sejak awal perkembangan peradaban manusia dan menjadi perhatian para ilmuan.
Menurut Abernethy dan Coombe (1995 : 287) dalam bukunya yang berjudul : Pendidikan dan Politik terkait tanpa bisa dipisahkan. Bahwa hubunga timbale balik antara pendidikan dan politik dapat terjadi melalui tiga aspek, yaitu :
- Pembentukan sikap kelompok ( group attitudes )
- Masalah pengangguran ( unemployment )
- Peranan politik kaum cendikia ( the political role of the intelligentsia )
Kesempatan dan prestasi pendidikan pada suatu kelompok masyarakat menurut mereka dapat mempengaruhi akses kelompok tersebut dalam bidang sosial, politik dan ekonomi.
Perbedaan signifikan antara berbagai kelompok masyarakat yang disebabkan oleh perbedaan pendidikan, dapat dilihat pada distribusi kekuasaan politik dan ekonomi dan kesempatan kerja, khusunya pada sector pelayanan public. Dinegara-negara pasca colonial, kelompok masyarakat yang mendapat privilese pendidikan lebih mampu melakukan konsolidasi kekuatan, lalu muncul menjadi kelompok penguasa yang menguasai partai-partai politik sector pelayanan public. Privelese atau diskriminasi pendidikan bisa terjadi karena alasan-alasan budaya atau agama.
Diskriminasi seperti ini sangat nyata dalam kebijakan pendidikan pemerintah kolonial Belanda.
Pendidikan dan Sikap Kelompok
Ketika bangsa Indonesia baru merdeka, partai-partai politik dan lembaga-lembaga kenegaraan, banyak dikuasai tergabung dalam organisasi-organisasi nasionalisme, seperti Boedi Oetomo dan Partai Nasionalisme Indonesia (PNI).
Kelompok masyarakat yang merasa tertekan dan menjadi korban imperalisme budaya cendrung menginginkan system pendidikan terpisah dalam rangka melindungi identitas kelompok mereka. Oleh karena itu diadakan sistem pendidikan nasional, dimana memberi kesempatan bagi anak-anak kepada anak-anak negeri yang meletar belakangi social budaya yang berbeda untuk belajar bersama dan mancairkan perbedaan-perbedaan social dan ekonomi diantara mereka.
Pendidikan dan Dunia Kerja
Pendidikan dan dunia kerja memiliki hubungan yang sangat kompleks, salah satu inovasi paling radikal yang disebabkan oleh pendidikan adalah meningkatnya ambisi pribadi. Pendidikanlah yang membuat jutaan anak petani di Negara-negara berkembang menilai rendah profesi sebagai petani dan berimigrasi ke daerah perkotaan untuk mendapatkan pekerjaan yang dinilai lebih menjanjikan baik dari segi ekonomi maupun prestasi sosial.
Dikarenakan tingkat pendidikan dan keterampilan yang tidak memadai sering kali membuat mereka gagal dan perburuan mereka ke wilayah perkotaan sering berakhir dengan kekecewaan.
Untuk mempertahankan ambisi dan atau menghindari rasa malu pulang kampung dengan kegagalan banyak diantara mereka yang memaksakan diri tinggal dikota meskipun harus mengarungi kondisi hidup dengan seadanya. Hal ini tempak jelas dalam kehidupan para buruh. Banyak di antara mereka yang hidup dengan upah rendah dan tinggal dirumah sewaan yang sangat sederhana. Akibatnya, semakin hari banyak warga perkotaan yang menyandang predikat pegangguran.
Kelompok pengangguran inilah yang sering dijadikan “dinamika politik” yang dengn mudah dapat di picu oleh kelompok-kelompok politik tertentu untuk mendapatkan keuntungan poitik.
Para buruh sering kali menjadi elemen utama dalam berbagai unjuk rasa politik. Masalah pengangguran menjadi ujian penting bagi pemerintah di Negara-negara berkembang. Mereka dituntut untuk mengimbangi keberhasilan pendidikan dengan ketersediaan lapangan kerja. Di satu pihak, ekspansi pendidikan turut serta melakukan instabilitas karena pendidikan melahirkan tuntutan yang sering kali tidak dapat dijawab oleh sistem politik. Dipihak lain, tersedianya pendidikan yang cukup di semua jenjang adalah persyaratan yang diperlukan untuk menciptakan stabilitas politik. Hanya Sumber Daya Manusia yang terlatih dan kesempatan kerja yang memadai pemerintah dan Birokrasinya dapat memenuhi tuntutan public dan hanya public yang terdidik dapat diminta turut serta bertanggung jawab dalam pembangunan Bangsa.
Format Hubungan
Pola hubungan antara pendidikan dan politik di Negara-negara berkembang berbeda-beda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Dalam masyarakat yan lebih primitive, yang berdasarkan pada basis kesukuan dimana mereka mempersiapkan generasi muda untuk memasuki kehidupan dewasa dengan megajarkan mereka teknik-teknik berburu dan mencari ikan, metode-metode berperang dan sebagainya, nilai-nilai dan tradisi dan mempersiapkan mereka untuk berperan secara politis.
Dalam masyarakat modern pada umumnya pendidikan adalah komoditi politik yang sangat penting dan menjadi tanggung jawab pemerintah dan mempengaruhi kreabilitas pemerintah. Karena besarnya nuansa politik dari kebijakan-kebijakan pendidikan, maka berbagai faktor politis yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan turut mempengaruhi bagaimana control terhadap pendidikan dan bagaimana kebijakan-kebijakan pendidikan di buat.
Maka jelaslah bahwa pendidikan dan politik adalah dua hal yang berhubungan eratcdan saling mempengaruhi , dengan kata lain berbagai aspek pendidikan senantiasa mengandung unsur-unsur politik. Begitu juga sebaliknya setiap aktivitas politik ada kaitannya dengan aspek-aspek kependidikan.
Ide tentang non political school di Amerika mula-mula dikembangkan dan disebarkan oleh para administratur disekolah dan pendidik profesional yang ingin melindungi pendidikan publik dari politik lokal dan nasional Amerika awal abad ke-19 yang berwatak korup dan kejam. Para pendukung non political school yang kebanyakan terdiri dari pelaksana dan praktisi pendidikan dengan sengaja menciptakan seperangkat mitos yang menggambarkan pendidikan sebagai sudut fungsi pemerintahan yang unik yang dikeluarkan dari politik dan harus dijaga oleh para pendidik sebagai satu-satunya yang dapat mengamankakn publik. Menurut Martin (1962 : 59-60) “pendidik publik harus dipisahkan (dari politik) dan mendapat perlakuan khusus. Akan berbahaya lagi sekolah publik apabila dikaitkan dengan sektor publik lainnya, bahwa sekolah tidak ada urusan apa-apa dengan politik pada umumnya, bahwa sekolah adalah contoh utama dan kampion demokrasi. Selama bertahun-tahun doktrin yang dikemukakan oleh Martin tersebut diterima secara luas oleh publik Amerika tanpa sikap kritis. Pendidikan menyangkut proses tranmisi ilmu pengetahuan dan budaya serta perkembangan keterampilan dan pelatihan untuk tenaga kerja, dan politik berkenaan dengan praktek kekuasaan, pengaruh dan otoritas dan berkenaan dengan pembuatan keputusan-keputusan otoritatif tentang alokasi nilai-nilai dan sumber daya, karena kedunya sarat dengan peroses pengalalokasian dan pendistribusian nilai-nilai dalam masyarakat, maka hendaklah sulit untuk memahami bahwa pendidikan dan politik adalah dua perangkat aktivitas yang akan terus saling terkait dan berinteraksi. Lembaga-lembaga yang menyelenggarakan aktivitas-aktivitas pada dua sektor kehidupan masyarakat ini akan saling mempengaruhi apapun karakteristik dan budaya yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Hal ini terjadi dalam setiap masyarakat, apapun tingkat perkembangannya sistem politiknya dan idiologinya.
Obsesi kita tentang sistem pendidikan yang steril dari politik boleh saja mendorong kita untuk percaya atau berpikir baha tidak ada hubungan antara pendidikan dan politik. Namun realitas yang kita lihat dan kita hadapi dimana –mana secara jelas memperlihatkan bahwa pendidikan dan politik senantiasa berkelindan : saling mempengaruhi, saling mengisi dan saling mewarnai. Untuk dapat memahami berbagai persoalan pendidikan yang ada ditengah masyarakat tidak hanya diperlukan dasar pengalaman dan pengetahuan pendidikan, tetapi juga diperlukan pengetahuan tentang aspek-aspek dan konteksi politik dari persoalan-persoalan kependidikan tersebut.
Diindonesia kepedulian terhadap hubungan pendidikan dan politik sudah mulai berkembang dalam wacana publik, walaupun belum menjadi satu bidang kajian akademik. Beberapa pemikiran yang berkembang meghasilkan beberapa pemahaman yaitu :
- Kesadaran tentang hubungan erat antara pendidikan dan politik
- Adanya kesadaran akan peran penting pendidikan dalam menentukan corak dan arah kehidupan politik.
- Adanya kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang hubungan antara pendidikan dan politik
- Diperlukan pemahaman yang lebih luas tantang politik.
- Petingnya pendidikan keluarga.
Beberapa informasi diatas kiranya sudah cukup untuk membuktikan bahwa pemahaman tentang hubungan antara politik dan pendidikan sudah cukup berkembang, tentu saja masih diperlukan upaya-upaya strategis dan sistematis agar pemahaman tersebut dapat terus berkembang dan menumbuhkan curiosity tentang hubungan politik dan pendidikan baik dikalangan ilmuan pendidikan maupun dikalangan ilmuan politik. Meskipun ada kecendrungan yang kuat pada sebagian masyarakat untuk memandang bahwa pendidikan dan politik terpisah dan tidak berkaitan, realitas membuktikan bahwa di semua masyarakat keduanya berhubungan erat dan terkait. Proses dan lembaga-lembaga pendidikan memiliki banyak dimensi dan aspek politik. Lembaga-lembaga tersebut menjalankan fungsi-fungsi yang memiliki konsekuensi penting dalam sistem politik dan terhadap prilaku dalam bentuk yang berbeda-beda.