Pesentuhan Islam Dengan Kebudayaan Melayu dan Jawa.
Dalam islam terdapat ajaran tauhid, suatu konsep sentral yang berisi ajaran Tuhan adalah pusat dari segala sesuatu, dan manusia harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada Tuhan.
Konsep ini dijelaskan dalam beberapa literature dengan penjelasan yang berbeda. Di pesantren-pesantren tradisional Salafi, kalimat
Sering ditafsirkan sebagai berikut :
Pertama :
Artinya : Tidak ada yang wujud kecuali Allah.
Kedua :
Artinya : tidak ada yang disembah kecuali Allah.
Implikasi dari doktrin itu adalah ; tujuan kehidupan manusia hanyalah keridhaan-Nya. Doktrin bahwa hidup harus diorientasikan untuk pengabdian kepada Allah inilah yang merupakan kunci seluruh ajaran islam. Dengan demikian, konsep mengenai kehidupan dalam islam adalah konsep teosentris, yaitu bahwa seluruh kehidupan berpusat pada Tuhan.
Doktrin tauhid mempunyai arus balik kepada manusia. Dalam banyak ayat Al-Quran kita temukan bahwa iman, yaitu keyakinan religius yang berakar dalam pandangan teosentris, selalu dikaitkan dengan amal, yaitu perbuatan atau tindakan manusia. Yang tercantum dalam surah Al-Ash ayat 2-3Artinya : “Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh ………”
Oleh karena itu, antara iman dan amal saleh yang tidak dapat dipisahkan, ini berarti antara iman (tauhid) harus diaktualisasikan menjadi aksi kemanusiaan. Atas dasar itulah Kuntowijoyo (1991 : 229) berpendapat bahwa konsep teosentrisme dalam islam ternyata bersifat humanistik, artinya Islam mengajarkan bahwa manusia harus memusatkan diri kepada Allah tetapi tujuannya untuk kepentingan manusia itu sendiri.
Kebudayaan jawa dan islam adalah dalam kebudayaan jawa, keterlibatan masyarakat didasarkan atas kemutlakan, kekuasaan raja, sedangkan dalam islam, ketertiban sosial akan terjamin jika peraturan-peraturan syari’ah ditegakkan. Artinya, kebudayaan jawa mementingkan kemutlakan kekuasaan raja untuk terrib sosial, sedangkan islam mementingkan hukum yang adil untuk tegaknya ketertiban sosial. Karena terjadinya perbedaan yang begitu tajam yang sering terjadi adalah ketegangan antara islam dengan kebudayaan keraton jawa. (Kuntowijaya, 1991 : 252).