Negara terdiri dari berbagai institusi yang masing-masing memiliki fungsi dan peran tersendiri dalam tatanan kehidupan kenegaraan. Apa-apa yang diprogramkam oleh negara senantiasa memperhatikan kepentingan-kepentingan publik dan bersifat sensitif terhadap persoalan-persoalan publik.
Megembangkan suatu sistem pendidikan adalah salah satu langkah penting yang diambil oleh negara-negara modren sebagai upaya untuk dapat mengontrol dan keluar dari kritis motovasi tersebut, dengan mengmban nilai-nilai, idiologi dan kepentingan-kepentingan negara.
Menurut dale ( 1989 : 39-43 ), kontrol negara terhadap pendidikan umumnya dilakukan melalui empat cara :
Pertama : Sistem pendidikan diatur secara legal
Kedua : Sistem pendidikan dijalankan sebagai birokrasi menekankan ketaatan pada aturan dan objektivitas.
Ketiga : Penerapan wajib pendidikan
Keempat : Reproduksi politik dan ekonomi yang berlangsung di sekolah.
Berbagai tindakan negara, khusunya dalam bidang peraturan perundang-undangan, sangat signifikan terhadap pendidikan dan memiliki dampak krusial terhadap perkembangan pendidikan. Berbagai tuntutan perubahan terhadap dunia pendidikan tidak akan banyak artinya jika tidak menyentuh berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur subtansi dari tuntutan-tuntutan tersebut. Meningkatkan pertisipasi masyarakat dalam program pendidikan tidak mungkin berhasil jika hanya dilakukan dengan menjelaskan makna, manfaat dan tujuan pendidikan.
Untuk memahami pendidikan sebagai fungsi negara, diperlukan pengenalan terhadap berbagai tuntutan yang saling bertentangan yang ditempatkan padanya, namun yang terpenting, tentu saja diperlukan pemahaman tentang apa itu negara. Dengan berbagai peraturan yang dimilikinya dan potensi konflik internal yang selalu ada antara berbagai perangkat tersebut, maka pola sekala dan mekanisme kontrol negara terhadap pendidikan sering kali berubah-ubah, bervariasi dan kontradiksi seiring dengan dinamika internal yang ada dalam negara. Kontrol terhadap sekolah adalah persyaratan penting bagi tercapainya setiap tujuan pendidikan, namu, pelaksanaan kontrol tersebut tidak dibentuk oleh refleksi sadar dari tujuan-tujuan tersebut, problem terorganisasian yang mereka hadapi ini bukan berarti bhawa dalam proses tersebut tujuan-tujuan pendidikan terabaikan. Tujuan-tujuan tersebut merupakan bagian dari dalam keseharian sekolah, tujuan-tujuan tersebut mungkin saja mengalami transformasi.
Hingga awal 1970-an masih banyak ilmuan yang portanya bahwa institusi-institusi pendidikan adalah salah satu andalan utama untuk membangun suatu sistem sosial yang terbaik. Alih-alih menjadi pusat pencerahan dan intelektualisasi sekolah-sekolah justru menjadi pusat indoktrinasi kandungan (content) dari kurikulum pembelajaran terus mengalami perubahan bukan karena mrespon perkembangan dunia ilmu pengetahuan atau tantangan baru tetapi dalam rangka menjawab tuntutan-tuntutan tertentu dari negara terhadap peran politik sekolah-sekolah ketika doktrin-doktrin para penguasa negara bersebrangan dengan nilai-nilai yang hidup secara riil dalam masyarakat, maka istitusi-institusi sekolah menjadi sumber konflik baik antara sesama perangkat sekolah itu sendiri maupun antara perangkat sekolah dengan peserta didik, maka sekala konflik meluas menjadi konflik sosial politik.