1. Pengertian
Partisipasi dalam kesehatan reproduksi adalah bentuk nyata dari kepedulian dan keikutsertaan suami dalam pelaksanaan upaya-upaya kesehatan reproduksi. Asuhan kehamilan merupakan salah satu bentuk dari upaya pemeliharaan reproduksi (BKKBN, 2000). Kesehatan reproduksi merupakan suatu kesehatan dalam keadaan sempurna baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan serta bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhungan dengan system reproduksi, fungsi serta prosesnya (BKKBN, 2001).
2. Pentingnya Partisipasi Suami dalam Asuhan Kehamilan
Partisipasi suami saat kehamilan penting dan dapat membantu ketenangan jiwa istri. Kasih sayang dan belaian suami masih tetap penting sehingga tampak keharmonisan rumah tangga menjelang kehadiran buah cinta yang diharapkan. Suami dapat membantu beberapa tugas istri sehingga istri lebih banyak istirahat terutama menjelang bersalin. Suami dapat membelikan dan membacakan bacaan yang bermanfaat sesuai pandangannya, sehingga pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan janin makin baik. Bila masih ada kemungkinan untuk rekreasi di luar rumah untuk menumbuhkan jiwa seni janin dalam rahim (Manuaba, 1998).
Dalam situasi mengidam, mungkin istri memerlukan bantuan suami untuk mendapatkan makanan yang diinginkan. Dengan demikian telah memberikan perhatian khusus pada janin dan ikut serta memelihara kejiwaan secara tidak langsung (Manuaba, 1999).
Menurut BKKBN (2001) partisipasi suami dalam asuhan kehamilan dapat ditunjukkan dengan:
a. Memberikan perhatikan dan kasih sayang kepada istri
b. Mendorong dan mengantar istri untuk memeriksakan kehamilan ke fasilitas kesehatan minal 4 kali selama kehamilan
c. Memenuhi kebutuhan gizi bagi istrinya agar tidak terjadi anemi
d. Menentukantempat persalinan (fasiloittas kesehhatan) bersama istribsesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing daerah
e. Melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan sedini mungkin bila terjadi hal-hal yang menyangkut kesehatan selama kehamilan (perdarahan, eklampsi dan lain-lain)
f. Menyiapkan biaya persalinan.
Perkembangan program perlindungan kesehatan reproduksi wanita tidak lepas dari partisipasi suami oleh karena itu target utama GSI ditingkat keluarga adalah pemberdayaan suami agar lebih perhatian terhadap istri. Upaya meningkatkan partisipasi suami tersebut perlu dicari terobosan dengan memperhatikan faktor-fakttor spesifik yang mempengaruhinya sehingga menimbulkan kesadaran dan kemauan dari para suami untuk lebih menyadarkan dirinya dalam berbagai tanggung jawab (sharing responsibility) hal-hal yang biasa dilakukan oleh istrinya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi suami
Menurut Cholil et all (1998) beberapa faktor yang mempengaruhi partisipa suami dalam perlindungan kesehatan reproduksi istri (ibu), antara lain adalah:
a. Budaya
Diberbagai wilayah di Indonesia terutama di dalam masyarakat yang masih tradisional (patrilineal) menganggap istri adalah konco wingking, yang artinya bahwa kaum wanita tidak sederajat dengan kaum pria, dan wanita hanyalah bertugas untuk melayani kebutuhan dan keinginan suami saja. Anggapan seperti ini mempengaruhi perlakuan suami terhadap kesehatan reproduksi istri, missal: kualitas dan kuantitas makanan yang lebih baik dibanding istri maupun anak karena menganggap suamilah yang mencari nafkah dan sebagai kepala rumah tangga sehingga asupan zat gizi mikro untuk istri kurang, suami tidak empati dan peduli dengan keadaan ibu yang sedang hamil maupun menyusui anak, dan lain-lain
Beberpa cara merubah budaya di atas antara lain:
1) Persepsi mengenai kesetaraan gender perlu diberikan dan disosialisasikan sejak dini melalui kegiatan formal (sekolah) maupun non formal (kelompok masyarakat), dan diaplikasikan ke dalam praktek kehidupan sehari-hari.
2) Penyuluhan pada sarana maupun tempat dimana pria sering berkumpul dan berintraksi (misalnya: tempat kerja, club, tukang cukur, dan lain)
3) Berikan informasi sesering mungkin dengan stimulus yang menarik perhatian
4) Masyarakat Indonesia pada umumnya masih mempunyai perasaan malu dan sungkan kepada lingkungan sekitar, oleh karena itu dalam pelaksanaan GSI perlu dipikirkan sesuatu aturan atau kegiatan yang dapat memotivasi kepala keluarga untuk segera merealisasikan kepedulian pada istrinya.
b. Pendapatan
Pada masyarakat kebanyakan, 75%-100% penghasilannya dipergunakan untuk membiayai keperluan hidupnya bahkan banyak keluarga rendah yang setiap bulan bersaldo rendah. Sehingga pada akhirnya ibu hamil tidak diperiksakan kepelayanan kesehatan karena tidak mempnyai kemampuan untuk membayar. Atas dasar faktor tersebut di atas maka prioritas kegiatan GSI ditingkat keluarga dalam pemberdayaan suami tidak hanya terbatas pada kegiatan yang bersifat anjuran (advocacy) saja seperti yang selama ini. Akan tetapi lebih bersifat holistic. Secara konkrit dapat dikemukakan bahwa pemberdayaan suami perlu dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi keluarga sehingga kepala keluarga tidak mempunyai alasan untuk tidak memperhatikan kesehatan istrinya karena permasalahan keuangan.
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan suami sebagai kepala rumah tangga. Semakin rendah pengetahuan suami maka akses terhadap informasi kesehatan istrinya akan berkurang sehingga suami akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif. Akhinya, pandangan baru yang perlu diperkenalkan dan lebih disosialisasikan kembali untuk memberdayakan kaum suami mendasarkan pada pengertian bahwa:
1) Suami memainkan peranan yang sangat penting, terutama dalam pengambilan keputusan berkenaan dengan kesehatan reproduksi pasangannya
2) Suami sangat berkepentingan terhadap kesehatan reproduksi pasangannya
3) Saling pengertian serta kesetimbangan peranan antara kedua pasangan dapat membantu meningkatkan prilaku yang kondusif terhadap peningkatan kesehatan reproduksi
4) Pasangan yang selalu berkomunikasi tentang planning keluarga maupun kesehatan reproduksi antara satu dengan yang lainnya akan mendapatkan keputusan yang lebih efektif dan lebih baik.
Begitu pentingnya partisipasi suami dalam asuhan kehamilan, namun keadaan masih merupakan bagian kecil dalam masyarakat Indonesia. Dari hasil penelitian diketahui partisipasi suami dalam kesehatan reproduksi masih sangat rendah (BKKBN, 2000).
Beberapa pandangan yang salah di atas harus diluruskan. Kesadaran, pengetahuan, sikap, dan prilaku suami dalam kesehatan reproduksi umumnya dan asuhan kehamilan khususnya perlu ditingkatkan. Partisipasi suami dalam asuhan kehamilan merupakan salah satu perwujudan kesetaraan dan keadilan gender dalam menunaikan tanggung jawabnya untuk membina keluarga yang berkualitas (BKKBN, 2001).
Menurut BKKBN (2001), perlunya peningkatan partisipasi suami dalam asuhan kehamilan karena:
1) Suami merupakan pasangan atau patner dalam proses reproduksi, sehingga beralasan apabila suami istri berbagi tanggung jawab dan peranan secara seimbang untuk mencapai kesehatan reproduksi dan berbagi beban untuk mencegah penyakit serta kompliksi kesehatan reproduksi dan kehamilan
2) Suami bertanggung jawab secara sosial, moral, dan ekonomi dalam membangun keluarga.
3) Suami secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mereka mempunyai peran yang penting dalam mengambil keputusan
4) Partisipasi dan tanggung jawab suami baik secara langsung maupun tidak langsung dalam asuhan kehamilan saat ini masih rendah.
Kehamilan merupakan suatu pristiwa yang luar biasa dan merupakan anugrah Tuhan YME, maka sebuah kehamilan perlu mendapat perhatian khusus dari ibu sendiri, suami, dan keluarga yang lain. Partisipasi suami sangat dibutuhkan untuk dukungan psikis, fisik, sosial, dan spiritual. Partisipasi dalam asuhan kehamilan ini merupakan refleksi dari peran suami dalam keluarga (BKKBN, 2001).